Kamis, 20 Desember 2012

Makalah Botchan (Tokoh Jepang)


Bab 1
Pendahuluan

1.1  Latar Belakang

Novel merupakan salah satu karya sastra yang didalamnya terdapat unsur-unsur pembangun seperti, plot, tema, penokohan, dan latar belakang. MenurutAbrams dalam Nurgiyantoro (2002: 9,10), novel dan cerita pendek merupakan bentuk karya sastra yang sekaligus disebut fiksi. Bahkan dalam perkembanganya yang kemudian, novel dianggap bersinonim dengan fiksi. Novel berasal dari bahasa Itali novella (yang dalam bahasa Jerman novelle) diartikan sebagai cerita pendek dalam bentuk prosa. Dewasa ini istilah novella dan novelle mengandung pengertian yang sama dengan istilah Indonesia novelet (Inggris: novelette), yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya tidak terlalu panjang namun juga tidak terlalu pendek. Menurut Abrams dalam Nurgiyantoro (2002: 4), novel sebagai sebuah karya fiksi menawarkan sebuah dunia, dunia yang berisi model kehidupan yang diidealkan, dunia imajinatif, yang dibangun melalui berbagai unsur intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh, (dan penokohan), latar belakang, sudut pandang, dan hal lain yang jugabersifat imajinatif. Setiap novel mempunyai tiga unsur pokok, sekaligus merupakan unsur terpenting, yaitu tokoh utama, konflik utama, dan tema utama. Ketiga unsur tersebut saling berkaitan erat dan membentuk satu kesatuan yang padu, kesatuan organisme cerita. Ketiga unsur inilah yang terutama membentuk dan menunjukkan sosok cerita dalam sebuah karya fiksi. Dalam Kesusastraan Jepang, banyak sastrawan terkemuka yang menghasilkan karya-karya sastra. Salah satunya Natsume Soseki, namanya disejajarkan dengan Mori Ogai sebagai sastrawan besar pada zaman Meiji. Salah satu karyanya yaitu novel Botchan, novel ini merupakan salah satu literatur klasik yang banyak dibaca oleh pembaca Jepang. Novel Botchan merupakan novel kedua yang diterbitkan oleh Natsume Soseki pada tahun 1906, novel yang ditulis secara humoristis ini dianggap sebagai warisan kesusastraan modern Jepang yang sangat penting. Menurut Kazuaki dalam Hutabarat (2007: 1), Novel Botchan pada awalnya diterbitkan pada bulan April tahun 1906 dalam majalah sastra Hototogisu dan dibaca masyarakat luas setelah dimuat dalam sebuah antologi karya sastra yang berjudul Ujurakago yang terbit pada tahun berikutnya. Selama 90 tahun, karya ini merupakan lima terbaik yang paling banyak dibaca oleh masyarakat Jepang. Novel ini menceritakan tentang seorang anak laki-laki bernama Botchan. Kata Botchan pada dasarnya merupakan panggilan sopan untuk anak laki-laki dari keluarga terpandang. Kata Botchan serupa dengan kata tuan muda. Alasan utama Soseki menamakan Botchan dalam tokoh novel ini karena ia berusaha menyampaikan perasaan kasih sayang dan kesetiaan mendalam yang dimiliki oleh Kiyo, seorang pengasuh Botchan. Menurut Kiyo, Botchan berarti anak laki-laki terhormat. Novel ini berkisah tentang seorang anak laki-laki yang mempunyai pengalaman masa kecil yang kurang menyenangkan. Semasa kecil Botchan kurang mendapat kasih sayang dari kedua orang tuanya. Bahkan Botchan merasa tidak diinginkan dalam keluarga karena ia diabaikan oleh kedua orang tuanya. Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang menjadi tempat bagi setiap anggotanya yang sejak awal dipersiapkan untuk peran-peranya kelak dalam masyarakat.
Menurut Ki Hadjar Dewantara dalam Shochib (2000: 10), Keluarga merupakan pusat pendidikan yang pertama dan terpenting karena sejak timbulnya adab kemanusiaan sampai sekarang, keluarga selalu mempengaruhi pertumbuhan budi pekerti tiap-tiap manusia. Menurut Ihromi dalam Tobing (2006 : 1,2), keluarga juga merupakan pemeliharaan suatu kebudayaan bersama yang dimiliki oleh masyarakat tempat keluarga tersebut berada, karena anggota masyarakat menghabiskan sebagian besar waktunya dalam keluarga, sehingga keluarga adalah wadah yang sejak dini mempersiapkan dan mengkondisikan para anggotanya untuk dapat melakukan peran dalam masyarakat. Melalui pelaksanaan peran-peran itu pelestarian berbagai lembaga dan nilai-nilai budaya pun dapat tercapai dalam masyarakat. Menurut Kartono (1990: 42, 43), perilaku orang tua sangat berpengaruh bagi perkembangan anak. Anak tumbuh dan berkembang dibawah asuhan orangtua. Anak merupakan makhluk sosial yang dalam perkembangannya membutuhkan orang lain untuk berinteraksi. Dalam keluarga, anak belajar dan memulai proses menjadi makhluk sosial. Melalui orang tua anak beradaptasidengan lingkungannya dan mengenal dunia luar serta pergaulan di lingkungannya. Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak, karena dari orangtua, anak pertama kali mendapat pendidikan. Pendidikan dari orang tua menjadi dasar bagi perkembangan anak berikutnya.Menurut Ki Hadjar Dewantara dalam Shochib (2000 : 3,4), Esensi pendidikan merupakan tanggung jawab keluarga, sedangkan sekolah hanya berpartisipasi. Karena produk utama pendidikan adalah disiplin diri maka pendidikan keluarga secara esensial adalah meletakkan dasar-dasar disiplin diri untuk dimiliki dan dikembangkan oleh anak. Setiap orang tua mempunyai caranya sendiri dalam mengasuh anak, hal ini juga dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan, pekerjaan, keadaan sosial ekonomi, adat istiadat dan lain sebagainya. Pola asuh juga mempengaruhi pembentukan kepribadian seorang anak dan erat kaitannya dengan kepribadian anak setelah dewasa. Setiap anak mempunyai karakteristik yang berbeda-beda, dan karakteristik ini terus tumbuh dan berkembang sampai dewasa. Menurut Singgih (1991: 25,26), Anak sangat membutuhkan lingkungan keluarga, seorang ayah yang melindungi dan seorang ibu yang memberikan rasa aman dan nyaman. Suasana keluarga yang baik dapat menjamin terciptanya perkembangan yang baikbagi anak. Dengan suasana keluarga yang baik, anak dapat mengembangkan dirinya dengan bantuan orang tua dan saudara-saudaranya. Selain itu lingkunganjuga mempengaruhi perkembangan anak. Lingkungan sosial memegang perananbesar terhadap kepribadian anak, terlebih apabila kemantapan dari kepribadian dasar yang terbentuk dalam keluarga tidak mendukung. Dalam pekembangan kepribadian anak, seorang ibu harus memberikan contoh teladan karena anak belajar melalui peniruan terhadap orang lain.
Peran ibu dalam keluarga menciptakan suasana yang mendukung kelancaran perkembangan anak.Sedangkan ayah selain sebagai pencari nafkah dalam keluarga, juga berperan dalam pendidikan anak. Peranan ayah dalam keluarga sangat penting terutama bagi anak laki-laki, ayah menjadi teladan untuk perannya kelak sebagai seorang kepala rumah tangga. Walaupun sebagai pencari nafkah yang sibuk di luar, seorang ayah juga berperan penting dalam pengarah perkembangan anak. Di Jepang, terdapat berbagai macam bentuk keluarga, Pada zaman Meiji diabad 20, dikenal dengan sistem keluarga Ie. Ie terdiri dari semua orang yang tinggal dalam satu rumah, anggota keluarga terdiri dari kakek, nenek, ayah, ibu,anak, paman, bibi atau lebih dikenal dengan keluarga besar. Anak laki-laki tertua yang memimpin keluarga, mengambil alih urusan rumah tangga dan menjaga orang tuanya. Seiring berkembangnya waktu dan perubahan sosial ekonomi, setelah perang dunia ke-2, masyarakat Jepang tidak lagi sepenuhnya menganutsistem Ie, mereka tidak lagi beramai-ramai tinggal dalam satu rumah. Dalam keluarga modern, hanya terdiri dari ayah, ibu dan anak saja yang tinggal dalam satu atap atau disebut dengan keluarga inti. Pria bekerja mencari nafkah pada sebuah perusahaan, sedangkan wanita tinggal di rumah dan mengurus anak. Tetapi ada juga wanita yang bekerja atau mengurus bisnis keluarga. Namun, wanita tetap mempunyai kewajiban dalam mengurus rumah tangga. Dalam keluarga modern, seorang ayah sibuk menghabiskan waktu untuk bekerja sehingga terkadang anak-anak merasa kurang mendapatkan perhatian dari ayahnya. Dari beberapa tokoh dalam novel Botchan, penulis tertarik untuk menganalisis perilaku tokoh Botchan yang unik. Perilaku yang disebabkan oleh pengaruh-pengaruh dari keluarga. Penulis akan meneliti perilaku tokoh Botchan melalui teori psikoanalisis sosial. Dalam teori tersebut menjelaskan bahwa dalam perkembangannya, perilaku anak dipengaruhi oleh beberapa hal, yang terpenting adalah faktor keluarga.

1.2  Rumusan Permasalahan

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diungkapkan, dapat ditarik beberapa pokok permasalahan untuk dianalisis dan dikaji di dalam makalah tentang Bochan ini. Pokok permasalahannya meliputi :
1.2.1        Sinopsis novel “Botchan”
1.2.2        Unsur  intrinsik novel
1.2.3        Unsur  ekstrinsik novel

1.3  Tujuan Penulisan

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata pelajaran bahasa Jepang yang di berikan oleh guru pembimbing bahasa Jepang  dan  juga tujuan penulis agar mengetahui, paham dan dapat mengembangkan karakter  positif  Botchan.













Bab II
Pembahasan

2.1    Sinopsis Botchan

Botchan adalah sosok laki-laki yang mengalami banyak hal dalam kehidupan pribadinya. Semenjak kanak-kanak, ia tak pernah lepas dari masalah’, sehingga membuat dirinya dianggap anak berandalan yang tak punya masa depan.
Baik ayah, ibu maupun kakaknya, tak pernah ada yang menyukai maupun memahami
semua tingkah lakunya. Hanya seorang wanita tua, pelayan keluarga mereka, yang
menyayangi dirinya serta mampu melihat bahwa dibalik semua ‘keributan & masalah’ yang diperbuat – yang ada hanyalah sosok manusia yang jujur, apa adanya, sifatnya yang tak suka berpura-pura serta bertindak secara spontan inilah yang justru sering membuatnya menghadapi masalah.
Sejalan dengan waktu, bocah tersebut tumbuh menjadi pria dewasa, jauh dari keluarganya yang ‘membuangnya’ hingga saat terakhir berbekal sebagian warisan keluarga yang diberikankakaknya, dia memutuskan secara spontan menerima tawaran pekerjaan sebagai guru di daerah pelosok.
Kiyo – sang mantan pelayan yang dianggapnya sebagai satu-satunya kerabat yang mengasihinya, mengantar ‘kepergiaan-nya’ dengan pesan agar berhati-hati dalam menjaga tingkah-lakunya yang suka tanpa ‘tedeng aling-aling’ alias blak-blakan dan berusaha beradaptasi  di daerah baru yang akan dituju.
Kedatangan dirinya sebagai guru baru dari kota besar (Tokyo ) ke daerah yang dianggap lebih terpencil,  membuat dirinya sedikit memandang remeh akan kehidupan di daerah tersebut. Dan semenjak kakinya menginjak daerah baru tersebut, berbagai masalah menyangkut tata karma, status sosial, peraturan menjadi sumber konflik melibatkan dirinya dalam masalah yang akan merubah kehidupannya di masa mendatang.
Kejujuran serta kepolosan dan sifatnya yang blak-blakan bertolak belakang dengan sebagian besar orang yang dijumpainya. Mulai dari kepala sekolah, guru-guru, para murid hingga pemilik rumah tempatnya menginap. Maka hanya dalam beberapa hari, dia sudah mendapat ‘masalah’ dengan adanya penipuan, pencemaran nama baik, hingga perkelahian, semua hal yang menyebabkan dirinya semakin lama semakin muak dengan kemunafikanserta kepura-puraan yang terjadi di sekelilingnya. Apalagi saat dia melihatbahwa salah satu rekannya yang menjadi korban justru tidak mampu bertindak guna
membela dirinya sendiri yang dijebak dalam masalah. Maka sosok Botchan akhirnya
harus mengambil keputusan serta tindakan yang sesuai dengan kata hatinya.

2.2    Unsur  intrinsik novel “Botchan”
2.2.1        Tema                                : Kisah hidup Botchan
2.2.2        Tokoh dan Penokohan     :
Ø  Karakter Botchan :
Ceroboh                                              : >  Sejak kecil kecerobohan alamiku selalu memberiku masalah. (11)
Pernah suatu ketika saat aku masih disekolah Dasar, aku melompat dari jendela dilantai dua dan akibatnya tidak bisa berjalan selama seminggu. Beberapa diantara kalian mungkin bertanya – tanya kenapa aku melakukan hal sembrono itu. (11)
Nekad                                                   : Pernah suatu ketika saat aku masih disekolah Dasar, aku melompat dari jendela dilantai dua dan akibatnya tidak bisa berjalan selama seminggu. (11)
 Tidak mau kalah                              : aku pun menjawab lain kali akan kutunjukkan, aku tak takut sama     sekali. (11)
Tidak punya pendirian                  : “apa maksudmu, tidak tajam? Pisau ini bisa memotong apapun,” jawabku, menyanggupi tantangan. “Baiklah, kalau begitu coba potong jarimu,” dia menuntut, “jari? Hah! Kalau hanya jari, gampang sekali memotong.” Sambil berkata begitu, aku membeset miring bagian belakang ibu jari tangan kananku. Untungnya, pisau itu kecil dan tulangku keras, jadi aku masih punya ibu jari, tapi bekas lukanya, seumur hidup akan tetap disana. (12)
Usil                                                        : misalnya aku pernah merusak kebun wortel mosaku bersama sahabat lama Kane, yang bekerja ditukang kayu setempat dan Koku anak tukang ikan. (13)
Pemarah                                              : > aku marah besar sehingga menampar wajahnya, membawaku pada masalah besar. (15)
Ø  Kalau tidak sulit? Kan ya? Bahasa macam apa itu? Kalau terlalu cepat, aku akan memperlambat bicaraku. Tapi aku dari Tokyo dan aku tidak bisa berbicara dengan dialekmu, jadi kalau kau tidak bisa memahami aksenku, kau hanya harus menunggu sampai kau terbiasa. (45)
Ø  Aku kembali ke ruang guru dengan penuh emosi. Anak – anak sialan! (45)
Ø  “Apa maksutmu, apa yang terjadi?” bentakku, “memangnya kau pernah dengar ada orang yang memasukkan belalang ke futon-nya? Tolol!” (64)
Pemberani                                         : >meskipun begitu, aku tidak pernah merasa takut pada ayahku. (15)
Ø  aku memutuskan bila keadaan sudah tidak memungkinkan bagiku di  sekolah ini, aku akan pergi ke tempat lain, jadi aku sama sekali tidak takut pada si Tanuki / si Kemeja Merah. (49)
Mempunyai rasa peduli               : aku pulang sambil berpikir kalau saja ibu sakit keras, aku bakal bersikap lebih patuh. (14)
Pasrah                                                  : sudah lama aku pasrah pada kenyataan bahwa aku tidak akan pernah menjadi orang yang disukai, jadi aku sudah tidak ambil pusing bila mereka memperlakukanku seperti kotoran. (16)
Terima apa adanya                          : selain daripada itu, aku sama sekali tidak mencemaskan apapun, meski memang mengesalkan betapa ayah tidak pernah memberiku uang saku. (20)
Polos                                                     : tidak ada hal lain yang terlalu kuinginkan, aku puas dengan keadaan itu dan mengira begitulah kehidupan. (20)
Mandiri                                                : jadi, daripada menyembah dan mengais – ngais amal setengah hati darinya, aku berniat menjaga diriku sendiri, meski aku berarti harus bekerja mengantarkan susu. (21)
Bertindak hati – hati                      : aku berbaring ditempat tidur sambil berpikir akan kupakai untuk apa uang 600 yen ini. Membuka usaha akan terlalu merepotkan dan akan sulit bagiku menyukseskannya. Lagi pula, kemungkinan membuat usaha yang cukup kuat hanya dengan 500 yen sangatlah kecil. (23)
Pembosan                                          : aku terutama tidak mau menjumpai kembali bahasa /sastra. Aku tidak pernah bisa memahami satupun dari 20 baris puisi – puisi modern yang meniru bentuk dan pemikiran barat itu. (23)
Pencela                                                : > aku menyerahkan kartu berkunjungku, kemudian dipandu ke kantor kepala sekolah. Sang kepala sekolah mengingatkanku akan tanuki (sejenis rakun) dengan kumis tipis dan mengembang disamping wajahnya, kulit hitam dan mata besarnya. (32)
Ø  selanjutnya aku bertemu guru Bahasa Inggris yang namanya kalau tidak salah Koga. Rona kulitnya sungguh mengkhawatirkan. Orang yang memiliki rona kulit pucat kekuningan seperti dia kebanyakkan kurus, namun orang ini gemuk. Sejak saat itu, aku selalu menganggap semua orang berkulit pucat dan berwajah gemuk pasti pemakan labu mentah. (36)
Rendah hati                                       : aku menyadari diriku tidak memiliki kemampuan untuk mendominasi mereka hanya dengan lidah. (44)
Teguh                                                   : seperti yang sudah kukatakan sebelumnya aku memang bukan orang bernyali baja, tapi di lain pihak aku orang yang teguh pada keputusan. (49)
Acuh                                                      : aku benar – benar tidak peduli pada efek kesalahan – kesalahanku itu di mata para murid, satupun pada bagaimana reaksi si kepala sekolah dan kepala guru saat mengetahuinya. (49)
Putus asa                                             : semua sudah diluar kendali. Aku tidak tahu harus berbuat bagaimana pada mereka. Setelah berkata aku tidak mau mengajar bocah – bocah kurang ajar seperti mereka, aku berjalan keluar kelas. (54)
Penggugup                                         : pembawaanku yang selalu gelisah dan penggugup membuat diriku  mampu tidur nyenyak bila aku tidak tidur ditempat tidur dan dengan perlengkapan tidurku sendiri. (59)
Sabar                                                     : namun bila kondisi ini termasuk yang di haruskan demi 40 yen sebulan, tak ada pikiran lain kecuali bersabar. (59)
Jujur                                                      : aku juga melakukan beberapa kejailan saat di sekolah menengah, tapi ketika para guru bertanya siapa yang bertanggung jawab selayaknya lelaki aku selalu mengakuinya. (66)
Bertanggung jawab                         : > semua kelasku untuk hari itu telah sudah berakhir namun aku belum bisa pulang. Aku harus menunggu sendirian disekolah hingga pukul tiga, hingga harus pergi memeriksa kelas – kelas yang menjadi tanggung jawabku setelah mereka melapor bahwa pembersihan sudah selesai. Seusai itu aku harus memeriksa daftar kehadiran kemudian aku akan terbebas. (46)
Ø  “Tidak, terima kasih,” jawabku, “sama sekali saya tidak merasa lelah. Selama ada napas dalam tubuh, saya tidak akan cemas meski keributan seperti ini terjadi setiap malam. Lagi pula, kalaupun saya terlalu lelah untuk mengajar akibat tidak tidur semalam, saya akan mengembalikan gaji  1 hari ke sekolah. (74)
Ø  Sambil menggaruk kasar muka, aku berkata seberapapun bengkaknya wajah saya, mulut masih bisa bicara. Jadi, tidak ada alasan untuk tidak mengajar. (75)
Ø  Ibu Botchan
·         Cuek
“Anak itu begitu kasar dan  berandalan , entah mau jadi apa nantinya.” Hal : 14

·         Pilih kasih
“.... ibuku pun selalu lebih menyanyangi kakak laki-lakiku.”
Hal : 14
Ø  Ayah Botchan
·            Pilih Kasih
“ Ayahku tidak pernah sedikitpun menunjukkan kasih sayang kepada diriku .”
Hal : 14
Ø  Kakak Botchan
·         Serakah
“Kakakku menjual barang-barang warisan dengang harga tak seberapa harganya.”
Hal : 21
·         Suka mengadu
Dia pergi mengadu kepada ayah kemudian memutuskan hubungan orang tua anakk kepada kami
Hal : 15
·         Mempunyai semangat tinggi
“Kakakku bilang dia mau berbisnis, itulah sebabnya dia menghabiskan seluruh waktunya belajar bahasa inggris.”
Hal : 15
·         Licik
“Saat kami bermain catur Jepang, dia mengambil langkah curang dan tampak sangat bangga saat meledek posisi sulitku.”
Hal : 15
Ø  Kiyo
·         Peduli
“Nah, kau memang punya sifat yang  baik.”
Hal : 16
·         Penyanyang
“Kiyo suka memberi hadiah kepadaku.”
Hal : 17
·         Penyemangat
“Kiyo terus menerus menyemangati “Kau pasti bisa”!......”
Hal : 19
·         Baik hati
“Kiyo hanya memberiku hadiah-hadiah ketika ayah dan kakakku tidak ada di  rumah.”
Hal : 18
·         Menerima apa adanya
“Kiyo tampak sangat bahagia meski rumah yang kami tinggali tidak berserambi indah.”
Hal : 217
·         Perhatian
“Kiyo khawatir kapalku karam lalu mengakibatkan diriku tenggelam.”
Hal : 39                         
·         Mempunyai imajinasi tinggi
“Kiyo memiliki imajinasi tinggi dan serta merta membuat rencana sendiri.”
Hal : 19
Ø  Kepala sekolah ( Tanuki ) :
·      Angkuh
“ Sikapnya sangat angkuh dan dia menyuruhku bekerja rajin dan keras “
Hal : 32
·         Pembohong dan Pengecut
“ Catat kata kata saya , kemeja merah itu pembohong dan pengecut .”
Hal : 149
Ø  Guru Kanji
·      Formal dan suka menyapa
“ Sesuai dengan , guru kanji bersikap formal dan menyapaku sebagai brikut , “ anda sampai kemarin ? anda pasti lelah “
Hal : 37
Ø  Guru Bahasa Inggris ( Koga )
·   Pendiam
“ Koga merupakan orang paling pendiam di sekolah. Dia jarang tersenyum , namun di lain pihak dia tidak cerewet.
Hal : 104
·   Murah Hati
“ Kemudian dengan murah hatinya , koga mengajakku pergi ke rumah yang diceritakannya
Hal : 119
·         Pria baik dan seorang gentlemen
“ Lalu ada koga , dengan wajah pucat labu yang menggelembung karena air . Pria baik hati , murah hati , dan seorang gentlemen “
Hal : 137
Ø  Guru Matematika (Hotta)
·            Keras Kepala
“ Kau tidak suka mengakui kekalahan , ya ? “ ujar Hotta , jadi ku balas dengan berkata dia juga sama sama keras kepala .”
Hal : 157
Ø  Kantaro
Ø    Kane
Ø Kaku
Ø      Ikagin
Ø Madonna

2.2.3        Latar / setting                   :
Ø  Tempat
·         Di rumah
“Setelah ibu meninggal, aku tinggal di rumah bersama ayah dan kakak.”
Hal : 15
·         Di stasiun
“Kami berpisah dua hari kemudian di stasiun Shimbashi .....”
Hal : 23
·         Di Losmen
“Kakakku datang ke losmen tempat tinggalku.”
Hal : 22
·         Di sekolahan Ilmu Alam Tokyo
“...aku melewati Sekolah Ilmu Alam Tokyo ....... selama tiga tahun aku belajar sekeras semua orang..”
Hal : 23-24
·         Rumah keponakan Kiyo
“Setiap kali aku datang kerumahnya dan si keponakan ada di sana .”
Hal : 25
·         Di kapal
“Saat kapal berhenti bersama ledakan sirinenya.”
Hal : 28
·      Shikoku, sekolah menengah Matsuyama
    “ botchan lulus dari imperial university kemudian pergi ke shikoku untuk menjadi seorang guru bahasa inggris di sekolah menengah Matsuyama”.
      Hal: 6

Ø  Latar  Suasana
·      Tegang
“Kau tidak berguna! Tidak berguna!”
Hal : 15
·      Tenang
“Aku berbaring ditempat tidur sambil berfikir .”
Hal 23
·      Kesepian
“Selama 3 tahun ini aku telah mengurung diri dalam kamar 4 X 4 meter.”
Hal 24
·      Malu
“Terkadang dia membuatku malu dengan menceritakan aku ngompol saat aku masih kanak-kanan.”
Hal 25
·      Haru
“Jaga dirimu baik-baik “ katanya dengan suara pelan.”
Hal 27
·      Sedih
“Matanya dibanjiri air mata.”
Hal 28
·      Bimbang
“Aku muak dengan suasana ini ,langsung tidur tapi tidak bisa nyenyak.”
Hal  30
·       Kecewa
“Aku benci kebohongan ,jadi aku memutuskan dengan tetap tenang.”
Hal 34
·      Kantuk
“Setelah menulis surat, aku merasa nyaman dan ngantuk.”
Hal 40
·      Bingung
“Ini dia pikirku. Tapi dengan keras aku menjawab, “Ya, ada apa”
Hal 44
·      Tergesa-gesa
“Meskipun bergerak tergesa-gesa, dia menangkap sekilas wajahku saat kami berpapasan.”
Hal 61
·      Marah
“Apa maksudmu,’apa yang terjadi?” bentakku.”
Hal 64
·      Bersitegang
“ Berhentilah bertingkah seperti binatang liar, kalian semua akn merasakan hukumanku.”
Hal 69

2.2.4        Alur                                  : Maju
2.2.5        Sudut Pandang                : Orang pertama pelaku utama
2.2.6        Amanat                            :
Jangan takut untuk melakukan suatu perubahan . Karena setiap orang akan mengalami suatu perubaha . Dalam novel botchan tokoh utama mengalami perubahan sikap ke arah yang lebih baik , yaitu yang dulunya nakal, usil, ceroboh,bandel, dan sebagainya sekarang berubah menjadi anak yang lebih dewasa dan mengerti apa arti sebuah kehidupan.
2.2.7        Gaya bahasa                     :modern klasik
    
2.3    Unsur ekstrinsik
2.3.1        Latar belakang pengarang
Pengarang Novel Botchan yang populer dikalangan masyarakat Jepang ini
bernama Natsume Kinnosuke atau lebih dikenal dengan Natsume Soseki. Lahir pada tahun 1867 di Edo sebagai anak ke-5 dari keluarga seorang kepala desa yang
cukup berpengaruh pada masa reformasi Meiji. Novelis Jepang yang ahli sastra Inggris ini pertama kali memasuki dunia sastra selain Jepang adalah di tahun 1881ketika ia berusia 14 tahun, mempelajari sastra Cina di sekolah selama setahun. Kecintaan Soseki pada sastra Cina juga terkadang mempengaruhi karya-karyanya.Walaupun sempat ditentang oleh kakak tertuanya, pada tahun 1890 Soseki tetap masuk ke Departemen Sastra Inggris di Tokyo Imperial University. Pada periode Meiji, kaum intelektual Jepang merasa mempelajari berbagai pengetahuan duniabarat dapat membantu pembangunan negeri dan sudah menjadi kewajiban bagi mereka. Dengan memasuki sastra barat bukan berarti Soseki meninggalkan sastra Cina melainkan memperluas pengetahuan dalam bidang yang dicintainya, yaitu sastra. Pada tahun 1895, Soseki lulus dari Imperial University kemudian pergi keShikoku dan menjadi guru bahasa Inggris di sekolah menengah Matsuyama yang kemudian menjadi setting Botchan. Setelah menetap selama setahun di Matsuyama, Soseki pindah ke tempat lain di Kyushu dan menetap selama empattahun hingga tahun 1900, ketika Menteri Pendidikan mengirimnya ke Inggris selama dua tahun sebagai mahasiswa peneliti. Setelah kembali ke Jepang, Soseki mulai menulis novel dan menjadi sastrawan besar pada zaman Meiji. Soseki memulai karirnya pada tahun 1905, ketika ia menulis cerita pendek berjudul Wagahai wa Neko de aru (I am a Cat) lalu menyusul serinya hototogisu (A littlecuckoo). Tidak lama setelah itu, ia menulis London To (London Tower). Sebagian besar novelnya sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Dari tahun 1984 hinga tahun 2004, potretnya menghiasi uang kertas pecahan 1000 Yen. Pada tahun 1906, ia menulis Botchan. Novel ini pun menjadi terkenal dan menjadi favorit pembaca Jepang. Karya Soseki dimuat bersambung di surat kabar Asahi Shimbun tempatnya bekerja, antara lain karyanya yang berjudul Gubijinsō (The Poppy) danSanshirō. Soseki sering mengangkat tema-tema seperti kehidupan masyarakat dalam berjuang mengalami kesulitan ekonomi, konflik antara tugas, keinginan, dan harapan, loyalitas dan mentalitas kelompok melawan kebebasan dan individualitas, keterbukaan Jepang dalam menerima budaya barat dalam karya-karyanya.Ia juga menaruh perhatian pada para penulis yang tergabung dalam 7 Shirakaba Literary Group, Ryunosuke Akutagawa dan Kume Masao menjadi pengaggum karya-karyanya. Pada musim panas tahun 1910, Soseki mengalami sakit keras dan menyepi di kuil Shuzen-Ji, Izu. Pada tahun berikutnya anak perempuannya yang berusia satu tahun meninggal secara tiba-tiba. Kedua peristiwa itu mengubah Natsume Soseki menjadi seorang pengarang gelap dan murung, yang secara serius memikirkan masalah kematian. Salah satu karyanya yang menyoroti kematian adalah novel Kokoro (Heart). Walaupun sakit, Soseki masih menghasilkan karya sastra. Ia menghasilkan Kojin (The wayfarer), kokoro(Heart) dan Garasudo no Uchi (Inside my glass doors). Karya terakhirnya
berjudul Meian (Light and Darkness) dimuat bersambung dalam Asahi Shimbun,
namun tidak selesai. Kesehatannya terus menurun akibat sakit tukak lambung yang dideritanya dan pada tahun 1916 Soseki tutup usia dalam usia ke-49 tahun.













Bab III
Penutup

3.1  Simpulan

Dalam novel botchan ini, bercerita tentang seorang anak yang tidak pernah mendapat kasih sayang dari orang tuanya. Orang tuanya selalu pilih kasih padanya, ia selalu dibanding-bandingkan dengan kakaknya yang berperilaku jauh lebih baik darinya. Meskipun botchan adalah seorang anak yang bandel. ceroboh, usil, dan berperilaku buruk, dan sebagainya. Namun ia memiliki seoran pembantu yang sangat peduli padanya di bandingkan dengan orang tuanya sendiri. Ia bernama Kiyo. Kiyo sudah menganggap bocthan seperti anaknya sendiri.
Di tengah-tengah cobaan yang di hadapi botchan, Kiyolah yang selalu datang menyemangatinya. Hingga akhirnya botchan mampu percaya diri bahwa suatu saat nanti dia  akan menjadi orang yang sukses.

3.2  Saran

Pada intinya, kehidupan tak semudah yang kita pikirkan. Roda kehidupan itu berputar, kadang diatas dan kadang juga di bawah, saat kita di atas, kita dengan mudah mendapatkan apa yang kita inginkan. Namun, ketika di bawah, kita harus berusaha keras dan pantang menyerah untuk dapat memenuhi keinginan kita. Karena kebahagiaan tidak dapat diperoleh dengan materi. Jangan tergesa dalam melakukan sesuatu dan berpikirlah dua kali sebelum bertindak, karena jika tidak hasilnya akan fatal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar