Bab 1
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Novel merupakan salah satu karya sastra yang didalamnya
terdapat unsur-unsur pembangun seperti, plot, tema, penokohan, dan latar
belakang. MenurutAbrams dalam Nurgiyantoro (2002: 9,10), novel dan cerita
pendek merupakan bentuk karya sastra yang sekaligus
disebut fiksi. Bahkan dalam perkembanganya yang
kemudian, novel dianggap bersinonim dengan fiksi. Novel berasal dari bahasa Itali novella (yang dalam bahasa Jerman novelle) diartikan sebagai cerita pendek
dalam bentuk prosa. Dewasa ini istilah novella dan novelle mengandung pengertian yang sama dengan istilah Indonesia
novelet (Inggris: novelette), yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya tidak terlalu panjang namun juga tidak terlalu pendek. Menurut
Abrams dalam Nurgiyantoro (2002: 4), novel
sebagai sebuah karya fiksi menawarkan sebuah dunia, dunia yang berisi model kehidupan yang diidealkan,
dunia imajinatif, yang dibangun melalui berbagai unsur
intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh,
(dan penokohan), latar belakang, sudut pandang, dan hal lain yang jugabersifat
imajinatif. Setiap novel mempunyai tiga unsur pokok, sekaligus merupakan unsur terpenting, yaitu tokoh utama, konflik utama,
dan tema utama. Ketiga unsur tersebut saling
berkaitan erat dan membentuk satu kesatuan yang padu, kesatuan organisme cerita. Ketiga unsur inilah yang
terutama membentuk dan menunjukkan sosok cerita dalam
sebuah karya fiksi. Dalam Kesusastraan Jepang, banyak
sastrawan terkemuka yang menghasilkan
karya-karya sastra. Salah satunya Natsume Soseki, namanya disejajarkan dengan Mori Ogai sebagai sastrawan besar pada
zaman Meiji. Salah satu karyanya yaitu novel Botchan, novel ini merupakan salah satu literatur klasik yang banyak dibaca oleh pembaca Jepang. Novel Botchan merupakan novel kedua yang
diterbitkan oleh Natsume Soseki pada tahun 1906, novel yang ditulis secara humoristis ini dianggap sebagai warisan kesusastraan
modern Jepang yang sangat penting. Menurut Kazuaki dalam Hutabarat (2007: 1), Novel Botchan pada awalnya diterbitkan pada
bulan April tahun 1906 dalam majalah sastra Hototogisu dan dibaca masyarakat luas setelah
dimuat dalam sebuah antologi karya sastra yang berjudul Ujurakago yang terbit pada tahun berikutnya. Selama 90 tahun, karya ini merupakan lima terbaik yang paling banyak dibaca oleh
masyarakat Jepang. Novel ini menceritakan tentang
seorang anak laki-laki bernama Botchan. Kata Botchan pada dasarnya merupakan panggilan sopan untuk anak laki-laki
dari keluarga terpandang. Kata Botchan serupa dengan kata tuan muda. Alasan utama Soseki menamakan Botchan dalam tokoh novel ini karena ia berusaha menyampaikan perasaan kasih sayang dan kesetiaan mendalam yang
dimiliki oleh Kiyo,
seorang pengasuh Botchan. Menurut
Kiyo, Botchan berarti anak laki-laki terhormat.
Novel ini berkisah tentang seorang anak laki-laki yang mempunyai pengalaman masa kecil yang kurang menyenangkan. Semasa kecil
Botchan kurang mendapat kasih sayang dari
kedua orang tuanya. Bahkan Botchan merasa tidak
diinginkan dalam keluarga karena ia diabaikan oleh kedua orang tuanya. Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang menjadi
tempat bagi setiap anggotanya yang sejak awal
dipersiapkan untuk peran-peranya kelak dalam masyarakat.
Menurut Ki Hadjar Dewantara dalam Shochib (2000: 10), Keluarga merupakan pusat pendidikan yang pertama dan terpenting karena
sejak timbulnya adab kemanusiaan sampai sekarang,
keluarga selalu mempengaruhi pertumbuhan budi
pekerti tiap-tiap manusia. Menurut Ihromi dalam Tobing (2006 : 1,2), keluarga juga merupakan pemeliharaan suatu kebudayaan bersama
yang dimiliki oleh masyarakat tempat keluarga
tersebut berada, karena anggota masyarakat menghabiskan sebagian besar waktunya dalam keluarga, sehingga
keluarga adalah wadah yang sejak dini mempersiapkan
dan mengkondisikan para anggotanya untuk dapat
melakukan peran dalam masyarakat. Melalui pelaksanaan peran-peran itu pelestarian berbagai lembaga dan
nilai-nilai budaya pun dapat tercapai dalam
masyarakat. Menurut Kartono (1990: 42, 43),
perilaku orang tua sangat berpengaruh bagi
perkembangan anak. Anak tumbuh dan berkembang dibawah asuhan orangtua. Anak
merupakan makhluk sosial yang dalam perkembangannya membutuhkan orang lain untuk berinteraksi. Dalam keluarga,
anak belajar dan memulai proses menjadi makhluk
sosial. Melalui orang tua anak beradaptasidengan lingkungannya dan mengenal
dunia luar serta pergaulan di lingkungannya. Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak,
karena dari orangtua, anak pertama kali mendapat pendidikan. Pendidikan dari
orang tua menjadi dasar bagi perkembangan anak
berikutnya.Menurut Ki Hadjar Dewantara dalam Shochib (2000 : 3,4), Esensi pendidikan merupakan tanggung jawab keluarga, sedangkan
sekolah hanya berpartisipasi. Karena produk utama
pendidikan adalah disiplin diri maka pendidikan keluarga
secara esensial adalah meletakkan dasar-dasar disiplin diri untuk dimiliki dan dikembangkan oleh anak. Setiap orang tua mempunyai caranya sendiri dalam mengasuh
anak, hal ini juga dipengaruhi oleh latar belakang
pendidikan, pekerjaan, keadaan sosial ekonomi,
adat istiadat dan lain sebagainya. Pola asuh juga mempengaruhi pembentukan kepribadian seorang anak dan erat kaitannya dengan
kepribadian anak setelah dewasa. Setiap anak
mempunyai karakteristik yang berbeda-beda, dan karakteristik ini terus tumbuh dan berkembang sampai
dewasa. Menurut Singgih (1991: 25,26), Anak sangat
membutuhkan lingkungan keluarga, seorang ayah
yang melindungi dan seorang ibu yang memberikan rasa aman dan nyaman. Suasana keluarga yang baik dapat menjamin terciptanya
perkembangan yang baikbagi anak. Dengan suasana keluarga yang baik, anak dapat
mengembangkan dirinya dengan bantuan orang tua dan
saudara-saudaranya. Selain itu lingkunganjuga mempengaruhi perkembangan anak.
Lingkungan sosial memegang perananbesar terhadap kepribadian anak, terlebih
apabila kemantapan dari kepribadian dasar yang
terbentuk dalam keluarga tidak mendukung. Dalam pekembangan kepribadian anak, seorang ibu harus memberikan contoh teladan
karena anak belajar melalui peniruan terhadap
orang lain.
Peran ibu dalam keluarga menciptakan
suasana yang mendukung kelancaran perkembangan anak.Sedangkan ayah selain
sebagai pencari nafkah dalam keluarga, juga berperan dalam pendidikan anak. Peranan ayah dalam keluarga sangat
penting terutama bagi anak laki-laki, ayah menjadi
teladan untuk perannya kelak sebagai seorang kepala rumah tangga. Walaupun sebagai pencari nafkah yang
sibuk di luar, seorang ayah juga berperan penting
dalam pengarah perkembangan anak. Di Jepang, terdapat
berbagai macam bentuk keluarga, Pada zaman Meiji diabad 20, dikenal dengan
sistem keluarga Ie. Ie terdiri
dari semua orang yang tinggal dalam satu rumah, anggota
keluarga terdiri dari kakek, nenek, ayah, ibu,anak, paman, bibi atau lebih
dikenal dengan keluarga besar. Anak laki-laki tertua yang memimpin keluarga, mengambil alih urusan rumah tangga dan
menjaga orang tuanya. Seiring berkembangnya
waktu dan perubahan sosial ekonomi, setelah perang
dunia ke-2, masyarakat Jepang tidak lagi sepenuhnya menganutsistem Ie, mereka tidak lagi beramai-ramai tinggal dalam satu rumah.
Dalam keluarga modern, hanya terdiri dari ayah, ibu dan anak saja
yang tinggal dalam satu atap atau disebut dengan
keluarga inti. Pria bekerja
mencari nafkah pada sebuah perusahaan, sedangkan wanita
tinggal di rumah dan mengurus anak. Tetapi ada juga
wanita yang bekerja atau mengurus bisnis keluarga. Namun, wanita tetap
mempunyai kewajiban dalam mengurus rumah tangga. Dalam keluarga modern, seorang
ayah sibuk menghabiskan waktu untuk bekerja sehingga terkadang anak-anak merasa kurang mendapatkan
perhatian dari ayahnya. Dari beberapa tokoh dalam novel Botchan, penulis tertarik
untuk menganalisis perilaku tokoh Botchan yang unik. Perilaku yang
disebabkan oleh pengaruh-pengaruh dari keluarga.
Penulis akan meneliti perilaku tokoh Botchan melalui teori psikoanalisis sosial. Dalam teori tersebut
menjelaskan bahwa dalam perkembangannya, perilaku anak
dipengaruhi oleh beberapa hal, yang terpenting adalah faktor keluarga.
1.2 Rumusan Permasalahan
Berdasarkan latar belakang
masalah yang telah diungkapkan, dapat ditarik beberapa pokok permasalahan untuk
dianalisis dan dikaji di dalam makalah tentang Bochan ini. Pokok
permasalahannya meliputi :
1.2.1
Sinopsis
novel “Botchan”
1.2.2
Unsur intrinsik novel
1.2.3
Unsur ekstrinsik novel
1.3 Tujuan Penulisan
Makalah ini disusun untuk memenuhi
tugas mata pelajaran bahasa Jepang yang di berikan oleh guru pembimbing bahasa
Jepang dan juga tujuan penulis agar mengetahui, paham
dan dapat mengembangkan karakter
positif Botchan.
Bab II
Pembahasan
2.1
Sinopsis
Botchan
Botchan adalah sosok
laki-laki yang mengalami banyak hal dalam kehidupan pribadinya. Semenjak
kanak-kanak, ia tak pernah lepas dari ‘masalah’, sehingga membuat dirinya dianggap anak berandalan yang tak punya masa
depan.
Baik ayah, ibu maupun kakaknya, tak pernah ada yang menyukai maupun memahami
semua tingkah lakunya. Hanya seorang wanita tua, pelayan keluarga mereka, yang
menyayangi dirinya serta mampu melihat bahwa dibalik semua ‘keributan & masalah’ yang diperbuat – yang ada hanyalah sosok manusia yang jujur, apa adanya, sifatnya yang tak suka berpura-pura serta bertindak secara spontan inilah yang justru sering membuatnya menghadapi masalah.
Baik ayah, ibu maupun kakaknya, tak pernah ada yang menyukai maupun memahami
semua tingkah lakunya. Hanya seorang wanita tua, pelayan keluarga mereka, yang
menyayangi dirinya serta mampu melihat bahwa dibalik semua ‘keributan & masalah’ yang diperbuat – yang ada hanyalah sosok manusia yang jujur, apa adanya, sifatnya yang tak suka berpura-pura serta bertindak secara spontan inilah yang justru sering membuatnya menghadapi masalah.
Sejalan dengan
waktu, bocah tersebut tumbuh menjadi pria dewasa, jauh dari keluarganya yang
‘membuangnya’ hingga saat terakhir berbekal sebagian warisan keluarga yang
diberikankakaknya, dia memutuskan secara spontan menerima tawaran pekerjaan
sebagai guru di daerah pelosok.
Kiyo – sang mantan
pelayan yang dianggapnya sebagai satu-satunya kerabat yang mengasihinya,
mengantar ‘kepergiaan-nya’ dengan pesan agar berhati-hati dalam menjaga
tingkah-lakunya yang suka tanpa ‘tedeng aling-aling’ alias blak-blakan dan
berusaha beradaptasi di daerah baru yang
akan dituju.
Kedatangan dirinya
sebagai guru baru dari kota besar (Tokyo ) ke daerah yang dianggap lebih terpencil,
membuat dirinya sedikit memandang remeh akan kehidupan di daerah tersebut. Dan
semenjak kakinya menginjak daerah baru tersebut, berbagai masalah menyangkut
tata karma, status sosial, peraturan menjadi sumber konflik melibatkan dirinya
dalam masalah yang akan merubah kehidupannya di masa mendatang.
Kejujuran serta
kepolosan dan sifatnya yang blak-blakan bertolak belakang dengan sebagian besar
orang yang dijumpainya. Mulai dari kepala sekolah, guru-guru, para murid hingga
pemilik rumah tempatnya menginap. Maka hanya dalam beberapa hari, dia sudah
mendapat ‘masalah’ dengan adanya penipuan, pencemaran nama baik, hingga
perkelahian, semua hal yang menyebabkan dirinya semakin lama semakin muak
dengan kemunafikanserta kepura-puraan yang terjadi di sekelilingnya. Apalagi
saat dia melihatbahwa salah satu rekannya yang menjadi korban justru tidak
mampu bertindak guna
membela dirinya sendiri yang dijebak dalam masalah. Maka sosok Botchan akhirnya
harus mengambil keputusan serta tindakan yang sesuai dengan kata hatinya.
membela dirinya sendiri yang dijebak dalam masalah. Maka sosok Botchan akhirnya
harus mengambil keputusan serta tindakan yang sesuai dengan kata hatinya.
2.2
Unsur
intrinsik novel “Botchan”
2.2.1
Tema :
Kisah hidup Botchan
2.2.2
Tokoh dan Penokohan :
Ø Karakter Botchan :
Ceroboh
: > Sejak kecil kecerobohan alamiku
selalu memberiku masalah. (11)
Pernah suatu ketika saat aku masih disekolah
Dasar, aku melompat dari jendela dilantai dua dan akibatnya tidak bisa berjalan
selama seminggu. Beberapa diantara kalian mungkin bertanya – tanya kenapa aku
melakukan hal sembrono itu. (11)
Nekad :
Pernah suatu ketika saat aku masih disekolah Dasar,
aku melompat dari jendela dilantai dua dan akibatnya tidak bisa berjalan selama
seminggu. (11)
Tidak mau kalah :
aku pun menjawab lain kali akan kutunjukkan, aku tak takut sama sekali. (11)
Tidak punya pendirian : “apa maksudmu, tidak tajam? Pisau ini bisa
memotong apapun,” jawabku, menyanggupi tantangan. “Baiklah, kalau begitu coba
potong jarimu,” dia menuntut, “jari? Hah! Kalau hanya jari, gampang sekali
memotong.” Sambil berkata begitu, aku membeset miring bagian belakang ibu jari
tangan kananku. Untungnya, pisau itu kecil dan tulangku keras, jadi aku masih
punya ibu jari, tapi bekas lukanya, seumur hidup akan tetap disana. (12)
Usil :
misalnya aku pernah merusak kebun wortel mosaku bersama sahabat lama Kane, yang
bekerja ditukang kayu setempat dan Koku anak tukang ikan. (13)
Pemarah :
> aku marah besar sehingga menampar wajahnya, membawaku pada masalah besar.
(15)
Ø Kalau tidak sulit? Kan ya? Bahasa macam apa itu? Kalau terlalu cepat,
aku akan memperlambat bicaraku. Tapi aku dari Tokyo dan aku tidak bisa
berbicara dengan dialekmu, jadi kalau kau tidak bisa memahami aksenku, kau
hanya harus menunggu sampai kau terbiasa. (45)
Ø Aku kembali ke ruang guru dengan penuh emosi. Anak – anak sialan! (45)
Ø “Apa maksutmu, apa yang terjadi?” bentakku, “memangnya kau pernah
dengar ada orang yang memasukkan belalang ke futon-nya? Tolol!” (64)
Pemberani
:
>meskipun begitu, aku tidak pernah merasa takut pada ayahku. (15)
Ø
aku memutuskan bila keadaan sudah
tidak memungkinkan bagiku di sekolah
ini, aku akan pergi ke tempat lain, jadi aku sama sekali tidak takut pada si
Tanuki / si Kemeja Merah. (49)
Mempunyai rasa peduli : aku pulang sambil berpikir kalau saja ibu sakit
keras, aku bakal bersikap lebih patuh. (14)
Pasrah :
sudah lama aku pasrah pada kenyataan bahwa aku tidak akan pernah menjadi orang
yang disukai, jadi aku sudah tidak ambil pusing bila mereka memperlakukanku
seperti kotoran. (16)
Terima apa adanya : selain daripada itu, aku sama sekali tidak
mencemaskan apapun, meski memang mengesalkan betapa ayah tidak pernah memberiku
uang saku. (20)
Polos : tidak ada hal lain yang terlalu kuinginkan, aku puas dengan keadaan
itu dan mengira begitulah kehidupan. (20)
Mandiri :
jadi, daripada menyembah dan mengais – ngais amal setengah hati darinya, aku
berniat menjaga diriku sendiri, meski aku berarti harus bekerja mengantarkan
susu. (21)
Bertindak hati – hati : aku berbaring ditempat tidur sambil berpikir
akan kupakai untuk apa uang 600 yen ini. Membuka usaha akan terlalu merepotkan
dan akan sulit bagiku menyukseskannya. Lagi pula, kemungkinan membuat usaha
yang cukup kuat hanya dengan 500 yen sangatlah kecil. (23)
Pembosan :
aku terutama tidak mau menjumpai kembali bahasa /sastra. Aku tidak pernah bisa
memahami satupun dari 20 baris puisi – puisi modern yang meniru bentuk dan
pemikiran barat itu. (23)
Pencela : > aku menyerahkan kartu berkunjungku, kemudian dipandu ke kantor
kepala sekolah. Sang kepala sekolah mengingatkanku akan tanuki (sejenis rakun) dengan kumis tipis dan mengembang disamping
wajahnya, kulit hitam dan mata besarnya. (32)
Ø selanjutnya aku bertemu guru Bahasa Inggris yang namanya kalau tidak
salah Koga. Rona kulitnya sungguh mengkhawatirkan. Orang yang memiliki rona
kulit pucat kekuningan seperti dia kebanyakkan kurus, namun orang ini gemuk.
Sejak saat itu, aku selalu menganggap semua orang berkulit pucat dan berwajah
gemuk pasti pemakan labu mentah. (36)
Rendah hati :
aku menyadari diriku tidak memiliki kemampuan untuk mendominasi mereka hanya
dengan lidah. (44)
Teguh
: seperti yang sudah kukatakan sebelumnya aku memang bukan orang bernyali baja,
tapi di lain pihak aku orang yang teguh pada keputusan. (49)
Acuh :
aku benar – benar tidak peduli pada efek kesalahan – kesalahanku itu di mata
para murid, satupun pada bagaimana reaksi si kepala sekolah dan kepala guru
saat mengetahuinya. (49)
Putus asa :
semua sudah diluar kendali. Aku tidak tahu harus berbuat bagaimana pada mereka.
Setelah berkata aku tidak mau mengajar bocah – bocah kurang ajar seperti
mereka, aku berjalan keluar kelas. (54)
Penggugup :
pembawaanku yang selalu gelisah dan penggugup membuat diriku mampu tidur nyenyak bila aku tidak tidur
ditempat tidur dan dengan perlengkapan tidurku sendiri. (59)
Sabar :
namun bila kondisi ini termasuk yang di haruskan demi 40 yen sebulan, tak ada
pikiran lain kecuali bersabar. (59)
Jujur :
aku juga melakukan beberapa kejailan saat di sekolah menengah, tapi ketika para
guru bertanya siapa yang bertanggung jawab selayaknya lelaki aku selalu
mengakuinya. (66)
Bertanggung jawab : > semua kelasku untuk hari itu telah
sudah berakhir namun aku belum bisa pulang. Aku harus menunggu sendirian
disekolah hingga pukul tiga, hingga harus pergi memeriksa kelas – kelas yang
menjadi tanggung jawabku setelah mereka melapor bahwa pembersihan sudah
selesai. Seusai itu aku harus memeriksa daftar kehadiran kemudian aku akan
terbebas. (46)
Ø “Tidak, terima kasih,” jawabku, “sama sekali saya tidak merasa lelah.
Selama ada napas dalam tubuh, saya tidak akan cemas meski keributan seperti ini
terjadi setiap malam. Lagi pula, kalaupun saya terlalu lelah untuk mengajar
akibat tidak tidur semalam, saya akan mengembalikan gaji 1 hari ke sekolah. (74)
Ø Sambil menggaruk kasar muka, aku berkata seberapapun bengkaknya wajah
saya, mulut masih bisa bicara. Jadi, tidak ada alasan untuk tidak mengajar.
(75)
Ø Ibu
Botchan
·
Cuek
“Anak itu begitu kasar dan berandalan , entah mau jadi apa nantinya.”
Hal : 14
·
Pilih kasih
“.... ibuku pun selalu lebih menyanyangi
kakak laki-lakiku.”
Hal : 14
Ø Ayah Botchan
·
Pilih Kasih
“ Ayahku tidak
pernah sedikitpun menunjukkan kasih sayang kepada diriku .”
Hal : 14
Ø Kakak
Botchan
·
Serakah
“Kakakku menjual barang-barang warisan
dengang harga tak seberapa harganya.”
Hal : 21
·
Suka mengadu
Dia pergi mengadu kepada ayah kemudian
memutuskan hubungan orang tua anakk kepada kami
Hal : 15
·
Mempunyai semangat
tinggi
“Kakakku
bilang dia mau berbisnis, itulah sebabnya dia menghabiskan seluruh waktunya
belajar bahasa inggris.”
Hal
: 15
·
Licik
“Saat
kami bermain catur Jepang, dia mengambil langkah curang dan tampak sangat
bangga saat meledek posisi sulitku.”
Hal
: 15
Ø Kiyo
·
Peduli
“Nah, kau memang punya sifat yang baik.”
Hal : 16
·
Penyanyang
“Kiyo
suka memberi hadiah kepadaku.”
Hal
: 17
·
Penyemangat
“Kiyo
terus menerus menyemangati “Kau pasti bisa”!......”
Hal
: 19
·
Baik hati
“Kiyo
hanya memberiku hadiah-hadiah ketika ayah dan kakakku tidak ada di rumah.”
Hal
: 18
·
Menerima apa adanya
“Kiyo
tampak sangat bahagia meski rumah yang kami tinggali tidak berserambi indah.”
Hal
: 217
·
Perhatian
“Kiyo
khawatir kapalku karam lalu mengakibatkan diriku tenggelam.”
Hal : 39
·
Mempunyai imajinasi
tinggi
“Kiyo memiliki imajinasi tinggi dan
serta merta membuat rencana sendiri.”
Hal : 19
Ø Kepala sekolah ( Tanuki ) :
· Angkuh
“ Sikapnya
sangat angkuh dan dia menyuruhku bekerja rajin dan keras “
Hal : 32
·
Pembohong dan
Pengecut
“ Catat kata kata saya ,
kemeja merah itu pembohong dan pengecut .”
Hal : 149
Ø Guru Kanji
·
Formal dan suka
menyapa
“ Sesuai
dengan , guru kanji bersikap formal dan menyapaku sebagai brikut , “ anda sampai
kemarin ? anda pasti lelah “
Hal : 37
Ø Guru Bahasa Inggris ( Koga )
·
Pendiam
“ Koga merupakan orang
paling pendiam di sekolah. Dia jarang tersenyum , namun di lain pihak dia tidak
cerewet.
Hal : 104
·
Murah Hati
“ Kemudian dengan murah
hatinya , koga mengajakku pergi ke rumah yang diceritakannya
Hal : 119
·
Pria baik dan
seorang gentlemen
“ Lalu ada koga , dengan
wajah pucat labu yang menggelembung karena air . Pria baik hati , murah hati ,
dan seorang gentlemen “
Hal : 137
Ø Guru Matematika (Hotta)
·
Keras Kepala
“ Kau tidak suka mengakui
kekalahan , ya ? “ ujar Hotta , jadi ku balas dengan berkata dia juga sama sama
keras kepala .”
Hal : 157
Ø Kantaro
Ø
Kane
Ø Kaku
Ø
Ikagin
Ø Madonna
2.2.3
Latar / setting :
Ø Tempat
·
Di rumah
“Setelah ibu
meninggal, aku tinggal di rumah bersama ayah dan kakak.”
Hal : 15
·
Di stasiun
“Kami berpisah dua
hari kemudian di stasiun Shimbashi .....”
Hal : 23
·
Di Losmen
“Kakakku datang ke
losmen tempat tinggalku.”
Hal : 22
·
Di sekolahan Ilmu Alam Tokyo
“...aku melewati
Sekolah Ilmu Alam Tokyo ....... selama tiga tahun aku belajar sekeras semua
orang..”
Hal : 23-24
·
Rumah keponakan Kiyo
“Setiap kali aku
datang kerumahnya dan si keponakan ada di sana .”
Hal : 25
·
Di kapal
“Saat kapal berhenti
bersama ledakan sirinenya.”
Hal : 28
·
Shikoku, sekolah menengah Matsuyama
“ botchan lulus dari imperial
university kemudian pergi ke shikoku untuk menjadi seorang guru bahasa inggris
di sekolah menengah Matsuyama”.
Hal: 6
Ø
Latar
Suasana
· Tegang
“Kau tidak berguna!
Tidak berguna!”
Hal : 15
· Tenang
“Aku berbaring ditempat
tidur sambil berfikir .”
Hal 23
· Kesepian
“Selama 3 tahun ini
aku telah mengurung diri dalam kamar 4 X 4 meter.”
Hal 24
· Malu
“Terkadang dia
membuatku malu dengan menceritakan aku ngompol saat aku masih kanak-kanan.”
Hal 25
· Haru
“Jaga dirimu
baik-baik “ katanya dengan suara pelan.”
Hal 27
· Sedih
“Matanya dibanjiri
air mata.”
Hal 28
Hal 28
· Bimbang
“Aku muak dengan
suasana ini ,langsung tidur tapi tidak bisa nyenyak.”
Hal 30
· Kecewa
“Aku benci
kebohongan ,jadi aku memutuskan dengan tetap tenang.”
Hal 34
· Kantuk
“Setelah menulis
surat, aku merasa nyaman dan ngantuk.”
Hal 40
· Bingung
“Ini dia pikirku.
Tapi dengan keras aku menjawab, “Ya, ada apa”
Hal 44
· Tergesa-gesa
“Meskipun bergerak
tergesa-gesa, dia menangkap sekilas wajahku saat kami berpapasan.”
Hal 61
· Marah
“Apa maksudmu,’apa
yang terjadi?” bentakku.”
Hal 64
· Bersitegang
“ Berhentilah
bertingkah seperti binatang liar, kalian semua akn merasakan hukumanku.”
Hal 69
2.2.4
Alur : Maju
2.2.5
Sudut Pandang : Orang pertama pelaku utama
2.2.6
Amanat :
Jangan takut untuk melakukan suatu perubahan . Karena setiap orang akan
mengalami suatu perubaha . Dalam novel botchan tokoh utama mengalami perubahan
sikap ke arah yang lebih baik , yaitu yang dulunya nakal, usil, ceroboh,bandel,
dan sebagainya sekarang berubah menjadi anak yang lebih dewasa dan mengerti apa
arti sebuah kehidupan.
2.2.7
Gaya bahasa :modern klasik
2.3
Unsur ekstrinsik
2.3.1
Latar belakang pengarang
Pengarang Novel Botchan yang populer dikalangan masyarakat Jepang ini
bernama Natsume Kinnosuke atau lebih dikenal dengan Natsume Soseki.
Lahir pada tahun 1867 di Edo sebagai anak ke-5 dari keluarga seorang
kepala desa yang
cukup berpengaruh pada masa reformasi Meiji. Novelis Jepang
yang ahli sastra Inggris ini pertama kali memasuki
dunia sastra selain Jepang adalah di tahun 1881ketika ia berusia 14 tahun,
mempelajari sastra Cina di sekolah selama setahun. Kecintaan Soseki pada sastra Cina juga terkadang mempengaruhi
karya-karyanya.Walaupun sempat ditentang oleh kakak tertuanya, pada tahun 1890
Soseki tetap masuk ke Departemen Sastra Inggris
di Tokyo Imperial University. Pada periode Meiji, kaum intelektual Jepang merasa mempelajari berbagai
pengetahuan duniabarat dapat membantu pembangunan negeri dan sudah menjadi
kewajiban bagi mereka. Dengan memasuki sastra barat
bukan berarti Soseki meninggalkan sastra Cina
melainkan memperluas pengetahuan dalam bidang yang dicintainya, yaitu sastra. Pada tahun 1895, Soseki lulus dari Imperial University
kemudian pergi keShikoku dan menjadi guru bahasa Inggris di sekolah menengah
Matsuyama yang kemudian menjadi setting Botchan.
Setelah menetap selama setahun di Matsuyama, Soseki pindah ke tempat lain di Kyushu dan menetap
selama empattahun hingga tahun 1900, ketika Menteri Pendidikan mengirimnya ke
Inggris selama dua tahun sebagai mahasiswa
peneliti. Setelah kembali ke Jepang, Soseki mulai menulis novel dan menjadi sastrawan besar pada zaman Meiji. Soseki memulai karirnya
pada tahun 1905, ketika ia menulis cerita pendek berjudul Wagahai wa Neko
de aru (I am a Cat) lalu
menyusul serinya hototogisu (A littlecuckoo). Tidak lama setelah itu, ia menulis London To
(London Tower). Sebagian besar novelnya sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris.
Dari tahun 1984 hinga tahun 2004, potretnya
menghiasi uang kertas pecahan 1000 Yen. Pada tahun 1906, ia menulis Botchan. Novel ini pun menjadi terkenal dan menjadi favorit pembaca Jepang. Karya Soseki dimuat bersambung di surat kabar Asahi Shimbun tempatnya bekerja,
antara lain karyanya yang berjudul Gubijinsō (The
Poppy) danSanshirō. Soseki sering mengangkat tema-tema seperti kehidupan
masyarakat dalam berjuang mengalami kesulitan
ekonomi, konflik antara tugas, keinginan, dan
harapan, loyalitas dan mentalitas kelompok melawan kebebasan dan individualitas, keterbukaan Jepang dalam menerima budaya barat
dalam karya-karyanya.Ia juga menaruh perhatian pada para penulis yang
tergabung dalam 7 Shirakaba
Literary Group, Ryunosuke Akutagawa
dan Kume Masao menjadi pengaggum karya-karyanya. Pada musim
panas tahun 1910, Soseki mengalami sakit keras dan
menyepi di kuil Shuzen-Ji, Izu. Pada tahun berikutnya anak perempuannya yang berusia satu tahun meninggal secara
tiba-tiba. Kedua peristiwa itu mengubah Natsume
Soseki menjadi seorang pengarang gelap dan murung, yang secara serius memikirkan masalah kematian. Salah
satu karyanya yang menyoroti kematian adalah novel
Kokoro (Heart). Walaupun sakit, Soseki masih menghasilkan
karya sastra. Ia menghasilkan Kojin (The wayfarer), kokoro(Heart)
dan Garasudo no Uchi (Inside my glass doors). Karya terakhirnya
berjudul Meian (Light and Darkness) dimuat bersambung dalam Asahi Shimbun,
namun tidak selesai. Kesehatannya terus menurun akibat sakit
tukak lambung yang dideritanya dan pada tahun 1916
Soseki tutup usia dalam usia ke-49 tahun.
Bab III
Penutup
3.1 Simpulan
Dalam novel
botchan ini, bercerita tentang seorang anak yang tidak pernah mendapat kasih
sayang dari orang tuanya. Orang tuanya selalu pilih kasih padanya, ia selalu
dibanding-bandingkan dengan kakaknya yang berperilaku jauh lebih baik darinya.
Meskipun botchan adalah seorang anak yang bandel. ceroboh, usil, dan
berperilaku buruk, dan sebagainya. Namun ia memiliki seoran pembantu yang
sangat peduli padanya di bandingkan dengan orang tuanya sendiri. Ia bernama Kiyo.
Kiyo sudah menganggap bocthan seperti anaknya sendiri.
Di
tengah-tengah cobaan yang di hadapi botchan, Kiyolah yang selalu datang
menyemangatinya. Hingga akhirnya botchan mampu percaya diri bahwa suatu saat
nanti dia akan menjadi orang yang
sukses.
3.2 Saran
Pada intinya, kehidupan tak semudah yang kita pikirkan. Roda
kehidupan itu berputar, kadang diatas dan kadang juga di bawah, saat kita di
atas, kita dengan mudah mendapatkan apa yang kita inginkan. Namun,
ketika di bawah, kita harus berusaha keras dan pantang menyerah untuk dapat
memenuhi keinginan kita. Karena kebahagiaan tidak dapat diperoleh dengan
materi. Jangan tergesa dalam melakukan sesuatu dan berpikirlah dua kali sebelum
bertindak, karena jika tidak hasilnya akan fatal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar